Beranda | Artikel
Jauhilah Riya
Jumat, 3 November 2017

JAUHILAH RIYA’

Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

IKHLAS SYARAT DITERIMA AMAL
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Ulama bahwa ikhlas dan mutâba’ah (mengikuti tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) merupakan dua syarat diterimanya amal seorang Mukmin. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١﴾ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Maha suci Allâh yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [Al-Mulk/57:1-2]

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “yang lebih baik amalnya” yaitu yang lebih ikhlas dan lebih benar. Suatu amal tidak akan diterima sehingga menjadi amal yang ikhlas dan benar. Ikhlas, jika amal itu karena Allâh Azza wa Jalla , dan benar, jika amal itu di atas Sunnah (ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam )”. (Tafsir al-Baghawi, 1/175)

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَل إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni untukNya dan untuk mencari wajahNya. [HR.An-Nasâ’i, no: 3140. Lihat: Silsilah Ash-Shahîhah, no: 52;  Ahkâmul Janâiz, hlm. 63]

Oleh karena itu, sangat amat penting untuk memperhatikan, apakah amal kita memenuhi dua syarat ini?

RIYA’ PERUSAK IKHLAS
Banyak hal yang dapat merusakkan ikhlas, sehingga ibadah seseorang menjadi sia-sia, tanpa pahala. Perusak ikhlas itu antara lain adalah riya’, dan riya’ termasuk dosa besar sebagaimana dinyatakan oleh Imam adz-Dzahabi rahimahullah di dalam kitab al-Kabâ-ir.

MAKNA RIYA’
Riya’ diambil dari kata ru’yah (melihat), secara bahasa riya’ artinya memperlihatkan kepada orang lain sesuatu yang berbeda dengan yang ada padanya.

Adapun menurut istilah syara’ (agama), maka para ulama memberikan definisi-definisi yang berbeda, namun intinya sama. Yaitu: Seorang hamba yang melakukan ibadah yang seharusnya untuk mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla , tetapi dia tidak meniatkannya untuk Allâh Azza wa Jalla , bahkan untuk tujuan duniawi.

Al-‘Izz bin Abdus Salam rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan amal ibadah untuk meraih tujuan dunia, mungkin mencari manfaat duniawi, atau pengagungan, atau penghormatan”. [Qawa’idul Ahkâm 1/147]

Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Hakekat riya’ adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah, asalnya mencari kedudukan di hati manusia”. [Tafsir al-Qurthubi 20/212]

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan ibadah karena niat dilihat manusia, lalu  mereka akan memuji pelaku ibadah tersebut”. [Fathul Bari 11/136]

BAHAYA RIYA’
Riya’ merupakan dosa besar dan memiliki berbagai bahaya-bahaya, antara lain:

1. Menggugurkan Pahala Amal
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu batu itu menjadi bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [Al-Baqarah/2:264]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

Allâh Tabâraka wa Ta’âlâ berfirman, “Aku paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa beramal dengan suatu amalan, dia menyekutukan selain Aku bersamaKu pada amalan itu, Aku tinggalkan dia dan sekutunya. [HR. Muslim, no. 2985]

2. Sifat Munafik
Seseorang yang beribadah bukan karena Allâh Azza wa Jalla , tetapi agar diketahui oleh manusia,  seperti orang yang shalat ketika bersama mereka, namun ketika sendirian, dia tidak shalat. Ini termasuk kemunafikan.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allâh, dan Allâh akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allâh kecuali sedikit sekali. [An-Nisa’/4:142]

3. Kecelakaan Besar Bagi Orang-Orang Yang Riya’
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿٥﴾ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ ﴿٦﴾ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna. [Al-Ma’un/107:4-7]

4. Pertama Kali Yang Diadili Dan Dilemparkan Ke Neraka Adalah Orang-Orang Yang Riya’
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memperingatkan dengan sangat keras dari riya’.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya manusia pertama kali yang akan diputuskan (pengadilannya) pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmatNya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmatKu itu? Dia menjawab: “Aku berperang untukMu sehingga aku mati syahid”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau berperang agar dikatakan ‘seorang pemberani’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka.

Dan seorang laki-laki yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya. Dan dia membaca Al-Qur’an. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmatNya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmatKu itu? Dia menjawab: “Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan aku membaca Al-Qur’an untukMu”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan ‘seorang yang ‘aalim’, engkau membaca Al-Qur’an agar dikatakan ‘seorang qaari’’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka.

Dan seorang laki-laki yang Allâh luaskan rezekinya, dan Allâh juga memberikan berbagai macam harta benda. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmatNya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmatKu itu? Dia menjawab: “Aku tidak meninggalkan satu jalanpun yang Engkau menyukai infaq padanya kecuali aku berinfaq padanya untuk-Mu”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau melakukannya agar dikatakan ‘seorang dermawan’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka. [HR. Muslim, no. 1905]

Setelah kita mengetahui bahaya riya’ ini, maka marilah kita bersihkan hati dan amal kita darinya dan dari perkara lainnya yang dapat merusak amal ibadah. Dan kita memohon keikhlasan kepada Allâh, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/7667-jauhilah-riya.html